UNGKAP MAFIA BARANG BEKAS, IPJI KEPRI DESAK POLRESTA BARELANG DAN BEA CUKAI BERTINDAK TEGAS
Batam24.com l Batam – Kasus penangkapan kontainer berisi barang bekas oleh Polresta Barelang beberapa hari lalu menimbulkan tanda tanya besar. Hingga kini, belum ada pernyataan resmi dari pihak kepolisian terkait siapa aktor utama di balik masuknya barang-barang seken melalui jalur resmi pelabuhan.
Ismail, perwakilan Dewan Pimpinan Wilayah Ikatan Penulis dan Jurnalis Indonesia (DPW IPJI) Kepulauan Riau, menyatakan keprihatinannya terhadap lemahnya pengawasan di pelabuhan.
“Kita penasaran siapa dalang utama masuknya barang bekas ini melalui jalur hijau pelabuhan resmi. Ini bukan soal barangnya lagi, tapi bagaimana bisa lolos dari pengawasan,” ujar Ismail.
Ia mendesak agar kasus tersebut dikembangkan lebih dalam, tidak hanya oleh kepolisian, tetapi juga oleh instansi terkait, terutama Bea dan Cukai. Menurutnya, ditemukan indikasi kuat adanya kelalaian atau keterlibatan oknum aparat.
“Gembok kontainer yang disita bahkan berlogo Bea Cukai. Artinya ada yang janggal. Apakah menggunakan manifes palsu, atau memang ada oknum Bea Cukai yang ikut bermain?” tambahnya.
Ismail juga mempertanyakan sikap Kementerian Keuangan dan Dirjen Bea Cukai yang dinilai tidak menunjukkan perhatian serius terhadap kasus ini.
“Ini bukan kasus ringan. Diduga sudah lama berjalan dan terorganisir. Kalau memang ada ‘orang besar’ membackup, kita ingin tahu siapa. Karena Batam hanya daerah transit, tujuan akhirnya bisa jadi ke luar Batam,” tegasnya.
IPJI Kepri juga menyoroti aktivitas di Pelabuhan Roro Punggur yang dinilai lebih banyak dimanfaatkan untuk kegiatan ilegal ketimbang kepentingan masyarakat umum.
“Kami minta pelabuhan itu dievaluasi, bahkan kalau perlu ditutup sementara, karena rawan jadi jalur penyelundupan,” pungkas Ismail.
Ia berharap jajaran Polresta Barelang berani mengungkap jaringan mafia barang bekas di Batam tanpa rasa takut, sejalan dengan semangat program Asta Cita Presiden Prabowo Subianto yang menekankan penegakan hukum dan pemberantasan mafia ekonomi.
Sebagai catatan, impor dan penjualan barang bekas, termasuk pakaian, secara ilegal merupakan pelanggaran hukum. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, pelaku usaha yang melanggar ketentuan impor barang terlarang dapat dijatuhi hukuman penjara hingga 5 tahun dan/atau denda maksimal Rp 5 miliar. (Red)


