Lonjakan Harga Pangan Global: Ketika Iklim dan Geopolitik Mendorong Inflasi

Harga pangan global melonjak drastis akibat konflik geopolitik dan cuaca ekstrem. Analisis mendalam mengenai dampak inflasi gandum, gula, dan minyak nabati

Lonjakan Harga Pangan Global: Ketika Iklim dan Geopolitik Mendorong Inflasi
Gambar ini menampilkan tumpukan karung gandum atau biji-bijian lainnya yang diletakkan di atas palet kayu, melambangkan pasokan pangan global. Di tengah tumpukan tersebut, terlihat sebuah panah merah besar yang menunjuk ke atas dengan tulisan "INFLATION", secara visual merepresentasikan kenaikan harga komoditas pangan yang signifikan. Kehadiran panah ini dengan jelas mengkomunikasikan tekanan inflasi yang tengah melanda pasar global akibat berbagai faktor seperti gangguan rantai pasokan dan cuac




IKLAN RUTAN

iklan rutan

iklan rutan

Batam24.com – Pasar komoditas internasional menghadapi tantangan serius pada akhir Kuartal Keempat 2025, ditandai dengan lonjakan harga pangan pokok yang signifikan. Harga gandum, gula, dan minyak nabati telah mencapai level tertinggi dalam beberapa bulan terakhir. Analisis menunjukkan bahwa kenaikan ini adalah hasil langsung dari interaksi antara dua krisis besar yang berkelanjutan: ketidakstabilan geopolitik dan dampak ekstrem dari perubahan iklim.

Lembaga Pangan dan Pertanian PBB (FAO) telah mengeluarkan peringatan keras, mendesak pemerintah dunia untuk mengambil tindakan darurat. Kegagalan menstabilkan harga dapat memicu gelombang inflasi pangan baru yang berpotensi menggoyahkan stabilitas sosial dan memperburuk kondisi ketahanan pangan global, terutama di negara-negara yang bergantung pada impor.

Jalur Pelayaran Terhambat dan Panen Rusak

Kenaikan harga gandum, salah satu komoditas paling penting, sebagian besar dipicu oleh konflik berkepanjangan yang memengaruhi wilayah Laut Hitam. Penundaan dan pembatasan pada jalur pelayaran utama telah menghambat ekspor gandum dari produsen utama, menciptakan kekurangan pasokan yang langsung terasa di pasar Asia dan Afrika. Biaya logistik yang melonjak karena harga minyak mentah yang tinggi juga turut memperparah biaya pengiriman.

Di sisi lain, sektor hasil bumi dihantam oleh fenomena cuaca ekstrem. Kekeringan parah yang terkait dengan siklus iklim ekstrem telah merusak lahan perkebunan tebu di Asia Tenggara dan mengurangi hasil panen kedelai di Amerika Selatan. Para petani melaporkan hasil panen yang jauh di bawah rata-rata historis, menyebabkan pasokan gula dan minyak nabati global berkurang drastis.

Proteksionisme Pangan dan Pelemahan Mata Uang

Tekanan pasar semakin diperparah oleh kebijakan proteksionis. Kekhawatiran akan kekurangan stok domestik mendorong beberapa negara produsen utama untuk menerapkan atau memperketat larangan ekspor pangan, sebuah kebijakan yang dikenal sebagai 'nasionalisme pangan'. Meskipun bertujuan untuk mengamankan kebutuhan rakyat sendiri, langkah ini secara agregat mengurangi pasokan yang tersedia di pasar internasional dan mendorong harga naik lebih tinggi lagi.

Sementara itu, pelemahan mata uang lokal di banyak negara berkembang terhadap Dolar Amerika Serikat (USD) menjadikan komoditas yang diperdagangkan dalam USD menjadi semakin mahal. Ini berarti, bahkan jika harga global stabil, konsumen di negara-negara tersebut tetap merasakan lonjakan harga yang signifikan.

Para ekonom memperkirakan bahwa jika tren geopolitik dan iklim ini berlanjut tanpa intervensi yang efektif, tekanan inflasi akan menjadi perhatian utama bank sentral di seluruh dunia dalam beberapa kuartal mendatang, memaksa mereka untuk menimbang antara pertumbuhan ekonomi dan pengendalian harga.

(Dykha)