Solidaritas Wartawan Batam Klarifikasi Pernyataan Kontroversial PWI Terkait Sertifikasi dan Premanisme

Batam24.com | Batam – Polemik terkait sertifikasi wartawan kembali mencuat di Kota Batam setelah beredarnya stiker bertuliskan “kami hanya mau diwawancarai oleh wartawan yang telah berkompeten ” dengan mencantumkan logo Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan Dewan Pers.
Stiker tersebut memicu keresahan di kalangan jurnalis lokal, terutama yang belum mengikuti Uji Kompetensi Wartawan (UKW) dari Dewan Pers. Dugaan mengarah bahwa stiker tersebut berasal dari PWI, meskipun belum ada klarifikasi resmi dari pihak terkait.
Situasi memanas setelah pernyataan Ketua PWI Kepri, Saibansyah Dardani, dalam sebuah pemberitaan yang menyebutkan, “Kalau bukan wartawan kompeten—bersertifikasi Dewan Pers, itu premanisme berkedok wartawan.”
Pernyataan ini menuai reaksi keras dari sejumlah wartawan Batam yang tergabung dalam Solidaritas Pers Batam.
Untuk merespons hal tersebut, pada Sabtu, 14 Juni 2025, Solidaritas Pers Batam menggelar acara forum klarifikasi di Ballroom Lavender, Swiss-Belhotel, Harbour Bay Batam. Acara ini mengusung tema “Meluruskan Persepsi, Menguatkan Solidaritas Pers” sekaligus membahas dampak dari pernyataan yang dinilai menyudutkan wartawan yang belum memiliki sertifikasi Dewan Pers.
Ketua Panitia Solidaritas Pers Batam, Ali Saragih, dalam konferensi pers di Nanyang Kopitiam, Bengkong Sadai, Minggu (15/6), menjelaskan bahwa pernyataan tersebut telah menimbulkan keresahan di kalangan jurnalis.
"Pernyataan tersebut berdampak langsung terhadap kegiatan peliputan rekan-rekan wartawan di lapangan. Banyak yang menjadi enggan melayani wawancara karena ditanya apakah punya sertifikat Dewan Pers atau tidak," ujarnya.
Ali menambahkan, statemen Ketua PWI Batam, M. Ansyarullah Kahvi Ansyari, yang menyebut, “Kami tidak akan membiarkan profesi wartawan dicemari. PWI Batam berdiri bersama kepala sekolah,” juga turut memanaskan situasi.
Menurutnya, pernyataan itu muncul setelah ada laporan dari sejumlah guru yang merasa diintimidasi oleh oknum yang mengaku wartawan namun tidak berkompeten. Namun, diksi yang digunakan seperti “premanisme berkedok wartawan” dianggap menyudutkan secara umum, bukan hanya oknum tertentu.
Dalam upaya meredakan ketegangan, Ali menghubungi wartawan senior Batam, Marganas Nainggolan, yang dinilai independen dan bijak dalam menyikapi isu ini. Marganas pun merespons positif dan bersedia menjembatani dialog antara kedua pihak.
Marganas menghubungi langsung Ketua PWI Kepri dan Ketua PWI Batam. Kahvi pun menyatakan kesediaannya hadir dalam forum klarifikasi. Acara disepakati digelar di Swiss-Belhotel pada 14 Juni 2025 pukul 13.30 WIB, dengan jumlah peserta diperkirakan 50–100 wartawan.
Namun, saat acara berlangsung, suasana menjadi tidak kondusif. Ali yang menjadi moderator mengaku bingung karena pihak PWI yang hadir terlihat canggung dan tidak langsung memberikan klarifikasi sebagaimana rencana.
"Kami berharap pertemuan ini bisa menjadi forum terbuka untuk meluruskan statemen yang telah terlanjur berkembang luas dan menimbulkan kesalahpahaman di lapangan," tegas Ali.
Ia juga menekankan bahwa banyak wartawan di Batam sebenarnya ingin mengikuti UKW, namun terkendala waktu dan biaya.
"Saya sendiri belum UKW, tapi bukan berarti saya tidak ingin. Kita semua ingin menjadi wartawan yang berkompeten, namun perlu waktu dan proses," ujarnya.
Ali berharap, ke depan tidak ada lagi pelabelan negatif terhadap wartawan hanya karena belum bersertifikasi. Ia menekankan pentingnya edukasi yang sehat dan tidak diskriminatif, agar semangat kebebasan pers tetap terjaga dan solidaritas antar jurnalis semakin kuat.
(Redaksi)