Ironi Budaya: Tongkonan Ka'pun di Tana Toraja Dirubuhkan Akibat Sengketa Lahan
melaporkan tentang perobohan tragis Tongkonan Ka'pun, salah satu rumah adat Toraja, di Tana Toraja, Sulawesi Selatan, pada Jumat, 5 Desember 2025. Perobohan dilakukan oleh Pengadilan Negeri Makale sebagai bagian dari eksekusi lahan sengketa yang telah berkekuatan hukum tetap. Kejadian ini menyoroti konflik antara hukum sengketa lahan dan upaya perlindungan terhadap simbol-simbol budaya dan warisan leluhur masyarakat Toraja, memicu desakan agar pemerintah memperkuat perlindungan hukum bagi cagar budaya.
Batam24.com | Tana Toraja – Sebuah peristiwa yang mengguncang dunia budaya terjadi di Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi Selatan. Salah satu rumah adat Toraja yang dihormati, Tongkonan Ka'pun, yang terletak di Kelurahan Ratte Kurra, Kecamatan Kurra, telah dirubuhkan pada hari Jumat, 5 Desember 2025.
Perobohan bangunan yang sarat nilai sejarah dan spiritual ini dilakukan dalam rangka pelaksanaan eksekusi lahan sengketa. Eksekusi tersebut dilaksanakan oleh juru sita Pengadilan Negeri (PN) Makale setelah putusan pengadilan mengenai sengketa kepemilikan lahan tersebut telah berkekuatan hukum tetap (inkracht).
Simbol Budaya yang Tumbang
Tongkonan adalah rumah adat tradisional masyarakat Toraja yang memiliki fungsi vital, bukan sekadar tempat tinggal. Ia adalah simbol status sosial, pusat upacara adat, dan tempat penyimpanan jenazah leluhur. Perobohan Tongkonan Ka'pun ini menimbulkan duka mendalam bagi keluarga pemilik dan seluruh masyarakat adat yang menganggapnya sebagai warisan tak ternilai.
Proses eksekusi berlangsung di tengah ketegangan dan keprihatinan. Meskipun pihak termohon telah berupaya menempuh jalur hukum untuk mempertahankan rumah adat tersebut, aparat tetap melanjutkan perintah pengadilan yang bertujuan mengakhiri sengketa perdata atas tanah tersebut.
Desakan Perlindungan Cagar Budaya
Peristiwa ini kembali menyoroti konflik abadi antara hukum perdata modern mengenai kepemilikan tanah dan perlindungan terhadap situs-situs warisan budaya. Banyak pihak, termasuk tokoh adat dan budayawan, menyuarakan kekecewaan terhadap minimnya perlindungan hukum bagi cagar budaya yang terancam oleh sengketa perdata.
Tongkonan Ka'pun adalah bukti nyata bahwa warisan budaya lokal sangat rentan terhadap keputusan hukum yang didasarkan murni pada aspek kepemilikan materiil. Diharapkan, insiden ini dapat mendorong pemerintah daerah dan pusat untuk segera menyusun regulasi yang lebih kuat, memberikan status hukum khusus kepada situs adat dan budaya, sehingga terhindar dari ancaman eksekusi di masa mendatang.
(Dykha)





