Mantan Kepala Olahraga China Dijatuhi Hukuman Mati Ditangguhkan karena Korupsi Rp556 Miliar
Mantan Kepala Administrasi Umum Olahraga China, Gou Zhongwen, dijatuhi hukuman mati dengan penangguhan dua tahun setelah terbukti menerima suap fantastis lebih dari Rp556 miliar. Putusan ini menegaskan kampanye antikorupsi China yang ketat.
Batam24.com | BEIJING – Mantan Kepala Administrasi Umum Olahraga China, Gou Zhongwen, dijatuhi hukuman mati dengan penangguhan eksekusi dua tahun oleh pengadilan China pada hari Senin, 8 Desember 2025. Putusan ini menjadi bagian terbaru dari kampanye antikorupsi yang intensif di bawah kepemimpinan Presiden Xi Jinping.
Gou Zhongwen, yang menduduki jabatan setara menteri olahraga tersebut, dinyatakan bersalah oleh Pengadilan Menengah Rakyat Yancheng di Provinsi Jiangsu. Ia terbukti menerima suap dan menyalahgunakan kekuasaan selama hampir 15 tahun.
Detail Kejahatan dan Putusan
-
Terdakwa: Gou Zhongwen (68 tahun), Mantan Kepala Administrasi Umum Olahraga China.
-
Tanggal Putusan: Senin, 8 Desember 2025.
-
Tuduhan: Penerimaan suap (korupsi) dan penyalahgunaan wewenang.
-
Jumlah Suap: Lebih dari 236 juta RMB (sekitar $33,38 juta AS atau setara Rp556 miliar) yang diterima antara tahun 2009 hingga 2024.
-
Hukuman: Hukuman mati dengan penangguhan eksekusi dua tahun, pencabutan hak politik seumur hidup, dan penyitaan seluruh aset pribadi.
Pengadilan menyatakan bahwa kejahatan Gou Zhongwen sangat serius, dengan jumlah suap yang sangat besar, menimbulkan dampak sosial yang parah, serta kerugian signifikan terhadap negara dan kepentingan publik.
Konsekuensi Hukuman Mati Ditangguhkan
Dalam sistem hukum China, hukuman mati dengan penangguhan dua tahun seringkali dikonversi menjadi hukuman penjara seumur hidup tanpa pembebasan bersyarat, asalkan terpidana tidak melakukan pelanggaran baru selama masa penangguhan. Dengan penegasan pengadilan atas beratnya pelanggaran Gou, diperkirakan ia akan menghabiskan sisa hidupnya di penjara.
Gou Zhongwen mendapatkan sedikit keringanan karena ia dilaporkan telah mengaku bersalah, menunjukkan penyesalan, dan mengembalikan seluruh keuntungan haram yang diperolehnya.
Kasus ini menyoroti fokus berkelanjutan Beijing untuk membersihkan sistem pemerintahan dan olahraga dari korupsi, yang sering kali melibatkan hukuman berat bagi para pejabat tinggi.
(Dykha)





