Lonjakan Inventori Minyak AS Mendadak Memicu Tekanan Jual Global
Harga minyak mentah global jatuh tajam pada 5 Desember 2025 setelah Energy Information Administration (EIA) AS melaporkan lonjakan mengejutkan sebesar 6,5 juta barel pada stok minyak domestik. Surplus pasokan ini, yang disebabkan oleh rendahnya operasi kilang, memicu tekanan jual pada harga WTI dan Brent. Data ini meningkatkan kekhawatiran pasar mengenai kelebihan pasokan dan memberikan dilema besar bagi produsen OPEC+ terkait efektivitas strategi pemotongan produksi mereka.
Batam24.com | Jum'at, 5 Desember 2025, Global Times — Pasar minyak mentah global hari ini bergerak di zona merah menyusul rilis data inventori yang mengejutkan dari Energy Information Administration (EIA) Amerika Serikat. Data terbaru menunjukkan adanya lonjakan besar pada stok minyak mentah komersial domestik, yang segera memicu kekhawatiran kelebihan pasokan di pasar yang sudah rapuh.
Inventori Melonjak Tiga Kali Lipat Ekspektasi
Laporan mingguan EIA, yang dirilis pada Kamis waktu AS (Jumat waktu global), mengungkapkan bahwa stok minyak mentah AS meningkat sebesar 6,5 juta barel pada pekan lalu. Angka ini secara drastis melampaui prediksi konsensus analis yang hanya memperkirakan kenaikan moderat sekitar 1,5 hingga 2 juta barel.
Lonjakan ini didorong oleh kombinasi faktor, termasuk meningkatnya impor dan, yang paling signifikan, penurunan drastis pada aktivitas penyulingan (kilang) di wilayah Pesisir Teluk. Permintaan kilang yang menurun menunjukkan adanya perlambatan dalam proses pengolahan minyak menjadi bahan bakar.
Respon Harga dan Sentimen Pasar
Sebagai respons langsung, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI), patokan harga AS, anjlok hingga 2,5%, mendekati level $75 per barel. Sementara itu, minyak mentah Brent, patokan harga internasional, juga mengalami penurunan substansial, menekan harga di seluruh Asia dan Eropa.
Analis pasar menyatakan bahwa lonjakan inventori ini mengirimkan sinyal kuat mengenai pasokan yang melimpah di tengah kekhawatiran global terhadap permintaan yang stagnan. Data ini menambah tekanan pada sentimen pasar yang sudah dihantui oleh ketidakpastian ekonomi di Tiongkok dan Uni Eropa.
Dilema Bagi OPEC+
Laporan surplus AS ini datang pada waktu yang tidak tepat bagi Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya (OPEC+). Kelompok produsen ini telah melakukan pemotongan produksi yang agresif selama berbulan-bulan untuk menopang harga.
Dengan AS yang secara efektif membanjiri pasar dengan pasokan domestik, efektivitas pemotongan OPEC+ dipertanyakan. Investor kini berspekulasi bahwa OPEC+ mungkin harus mempertimbangkan pemotongan produksi yang lebih dalam pada pertemuan berikutnya, atau menghadapi risiko harga minyak yang merosot lebih jauh di bawah $70 per barel. Ketidakpastian ini diperkirakan akan mendominasi perdagangan komoditas hingga akhir tahun.
(Dykha)





